Kamis, 20 Januari 2011

HaKI

BAB 1         

PENJELASAN TENTANG HaKI


Hak Kekayaan Intelektual merupakan kemampuan Intelektual manusia di bidang teknologi, ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Hasil karya manusia baik secara perseorangan maupun kelompok tersebut yang ide dan gagasannya telah dituangkan ke dalam bentuk suatu karya cipta yang berwujud baik dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra maupun dalam bentuk temuan bidang teknologi, maka oleh negara diberikan hak perlindungan hukum apabila didaftarkan sesuai dengan persyaratan yang ada.

Hak Atas Kekayaan intelektual sebenarnya merupakan sebuah lembaga hukum dagang yang sampai saat ini belum secara ketat disepakati batas-batasnya. Literature mengenai HaKI senantiasa berkembang, sehingga tidak mengherankan apabila perubahan dan penambahan jenis serta peruntukan HaKI itu terjadi dari tahun ke tahun.

Literature klasik membedakan dua jenis umum HaKI, yakni
Copyrights dan Industrial Property Rights.

Copyrights di Indonesia di beri istilah Hak Cipta. Sedangkan Industrial Property Rights, di Indonesia di kenal untuk menunjuk dua jenis HaKI yang erat kaitannya dengan dunia perdagangan dan industri, yakni Hak atas Merk dan Hak Paten. Untuk ketiga jenis HaKI tersebut Negara Indonesia telah mengaturnya dalam Undang-Undang. Oleh karenanya kita dapat melihat sepintas pengertian ketiga HAKI itu dari peraturan perundang-undangan tersebut.

Hak Cipta, menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta, adalah hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Hak atas Merk, menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek, adalah hak khusus yang diberikan Negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu mengunakan sendiri merek tersebut atau memberi izin kepada seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk menggunakan nya.

Sedangkan Paten, menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten, adalah hak khusus yang diberikan Negara kepada penemu atas hasil penemuannya di bidang teknologi, untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri penemuannya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada orang lain untuk melaksanakannya.

Perkembangan kemudian menghadirkan bagi masyarakat penambahan jenis-jenis HaKI baru, sehingga kini akrab dibicarakan di kalangan bisnis apa yang disebut : Trade Secret (Rahasia Dagang), Confidential Information, Desain Indusri (Industrial Design), Model dan rancang bangun (Utility Models), dan sumber tanda atau sebutan asal (Indication of Source or Appelation of Oringin).

Dari jenis HAKI yang baru tersebut, saat ini pemerintah baru mempersiapkan daftar perundang-undangan mengenai Hak atas Desain Industri. Sedangkan jenis-jenis lain, baru di atur secara privat dalam klausula-klausula perjanjian yang diadakan di antara pihak-pihak yang bersangkutan. Hal ini membawa dampak, bahwa pengertian-pengertian yang diberikan terhadap jenis-jenis HAKI baru tersebut tergantung sekali pada pihak-pihak yang berkepentingan.

Konsekuensi lebih lanjut, terutama di dalam transaksi dan/atau perikatan-perikatan yang melibatkan pihak asing, adalah lemahnya posisi pihak Indonesia menyangkut hak-hak yang potensial kita dapat.

Sebagai contoh misalnya masalah pengalihan teknologi (transfer of technology) yang pada prakteknya seringkali terhambat. Padahal dibidang perikatan yang melibatkan pihak asing inilah sebetulnya persoalan HaKI sering muncul, misalnya dalam joint Venture Agreement, Technical License Agreement, Joint-Operation Agreement dan Franchising.
Karya cipta berwujud dalam bahasan bidang kekayaan intelektual yang dapat didaftarkan untuk memperoleh perlindungan hukum, yaitu seperti karya kesusastraan, artistik, ilmu pengetahuan (scientific), pertunjukan, kaset, penyiaran audio visual, penemuan ilmiah, desain industri, paten, merek dagang, nama usaha, dan lain sebagainya. Jadi pada prinsipnya HaKI merupakan suatu hak kekayaan yang berada dalam ruang lingkup kehidupan manusia di bidang teknologi, ilmu pengetahuan, maupun seni dan sastra, sehingga pemilikannya bukan terhadap barangnya melainkan terhadap hasil kemampuan intelektual manusianya dan tentu harus berwujud. Pemerintah mempunyai kewajiban untuk melindungi secara hukum dari ide, gagasan dan informasi yang mempunyai nilai komersial atau nilai ekonomi yang telah dihasilkan oleh seseorang maupun kelompok tersebut.
Pengetahuan masyarakat atas apa yang dinamakan hak Atas Kekayaan Intelektual (secara internasional di kenal sebagai Intellectual Property Rights) belumlah merata. Sebanarnya perhatian atas Hak Atas Kekayaan Intelektual (HaKI) di Indonesia cukup besar, apabila kita lihat begitu seringnya orang menyebutkan jenis-jenis HaKI dalam percakapan keseharian maupun dalam lingkungan pekerjaannya.
Sebagai contoh, orang sering bahwa mengatakan suatu barang yang dimiliki atau pekerjaan yang dilakukannya yang dianggap mempunyai nilai kelangkaan di masyarakat penting untuk dipatenkan atau diberi merk tertentu. Hanya saja pengertian mengenai jenis-jenis HaKI dan peruntukannya secara lebih tepat belum dikuasai.

Namun akhir-akhir ini perhatian masyarakat terhadap HaKI semakin besar, sebagai akibat meningkatnya gairah bisnis di Indonesia, yang pada prakteknya merabah hampir semua bidang ekonomi yang di dunia internasional pun berkembang. Bahkan tiga tahun terakhir ini, sejak mengharu birunya sektor jasa teknologi informasi dan meleburnya batas-batas perekonomian antar Negara (globalisasi) lebih mengentalkan budaya ekonomi untuk semaksimal mungkin memanfaatkan keuntungan yang potensial diberikan HaKI. Dan ini berpengaruh juga terhadap berkembangnya legal protection system (sistem perlindungan hukum) melalui eksplorasi dan optimalisasi HaKI.
Hampir separuh Negara-negara yang ada di dunia, yang diperkirakan menguasai 90% perdagangan dunia, akan memberlakukan standar minimum perlindungan dan pemaksaan pelaksanaannya.
Standar Paten menurut konvensi Paten Eropa, yakni mengandung kebaruan (novelty), mengandung langkah inventif (inventive step)serta dapat diterapkan di bidang industri(industrial applicability) akan diterima sebagai norma internasional.
Kebutuhan masyarakat inernasional akan persyaratan-persayratan Konvensi Berne (Konvensi Internasional mengenai HaKI) untuk perlindungan Hak Cipta,
Tiap-tiap Negara harus mengembangkan mekanisme yang pasti untuk menangani perkara hukum HaKI.



BAB 2

PERKEMBANGAN HaKI DI INDONESIA


Dengan memperhatikan kebutuhan dalam pembangunan dan apalagi mengingat kondisi obyektif yang melingkupi kehidupan bangsa Indonesia dewasa ini, serta posisi geofisik Negara Kesatuan Republik Indonesia, negara Indonesia memang perlu memiliki ketentuan Lisensi Wajib dan Government Use dalam pengaturan dan pengembangan hukum di bidang HAKI.
Demikian kesimpulan Bambang Kesowo, S.H., L.L.M dalam desertasinya berjudul Lisensi Wajib di Bidang Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) dan Prospek Penerapannya di Indonesia
Menurut Mantan Menseskab, prospek kebutuhan dan pengaturan masalah ini sangat besar bagi Indonesia. Selain itu, demi perkembangan sistem HAKI itu sendiri, ataupun untuk mencegah kemungkinan pertikaian antar negara yang berpangkal dari perbedaan penafsiran serta praktek pengaturan ataupun penerapan yang berbeda satu dari lainnya, kian diperlukan adanya penataan ulang terhadap konsep di sekitar Lisensi Wajib dan Government, atau mungkin bentuk tindakan lain diluar itu.
Alasan-alasan yang saat ini telah semakin berkembang perlu ditata, dicocokkan dan dirasionalkan dengan bentuk tindakan yang memadai, ujar Ketua Pengda Kagama DKI.
Hasil penelitian pria kelahiran Sragen, 27 Maret 1945 ini, akhirnya memberikan saran, perlu untuk dilakukannya penataan terhadap alasan-alasan tadi dan mensinkronkannya dengan bentuk tindakan yang sesuai dan tepat, terutama dalam peraturan perundang-undangan Paten, Hak Cipta dan Perlindungan Varitas Tanaman.
Untuk menghindarkan kesan otoriter, dan untuk mewujudkan iklim pengelolaan sistem HaKI yang lebih adil, tetapi juga mendorong fungsi sebagai pengelola adminstratif sitem HaKI, disarankan sebaiknya Pelisensian Wajib diajukan dan diberikan ke Pengadilan Negeri dan tidak kepada Direktur Jenderal HaKI Departemen Kehakiman, serta memberi kesempatan banding terhadap keputusan tentang besarnya imbalan yang diberikan,  tutur suami dari Nurien Fatimah, ayah 3 anak ini.
Di tengah upaya besar (yang tidak mudah) untuk mengembangkan pranata hukum bidang HaKI di Indonesia, penelitian masalah-masalah seperti ini tentunya memberi manfaat yang besar. Secara strategis, hasil penelitian Bambang Kesowo, memberi sumbangan bagi pemantapan landasan teoritis dalam pengambangan hukum di bidang HaKI di Indonesia. Pertama, hal tersebut menyangkut pemahaman dasar mengenai esensi hak dalam HaKI, khususnya yang berkaitan dengan sifat eksklusif-nya yang sering dikaitkan dengan monopoli. Kedua, penelitian tesebut juga akan memberikan kejelasan mengenai persoalan dasar yang selama ini mempengaruhi kelancaran pengembangan hukum di bidang HaKI di Indonesia, dan membantu peletakan dasar-dasar yang lebih kokoh guna menopangnya.
Dalam kaitannya dengan program dan pelaksanaan pembangunan nasional, penelitian ini akan menunjukkan pentingnya arti dan peran HaKI terutama bagi pembangunan sumber daya manusia, penyelenggaraan kehidupan ekonomi khususnya di bidang industri dan perdagangan, dan penciptaan iklim yang kondusif bagi kegiatan alih teknologi, tandas Penerima penghargaan Bintang Mahaputera Utama tahun 1995 ini, yang juga pengurus Pusat PERSAHI.

Dalam rangka pembangunan di bidang hukum di Indonesia sebagaimana termaksud dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) melalui Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia No.IV/MPR/1999 Tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara tahun 1999-2004, serta untuk mendorong dan melindungi penciptaan, penyebarluasan hasil kebudayaan di bidang karya ilmu pengetahuan, seni, dan sastra serta mempercepat pertumbuhan kecerdasan kehidupan bangsa dalam Wahana Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, maka dirasakan perlunya perlindungan hukum terhadap hak cipta. Perlindungan Hukum tersebut dimaksudkan sebagai upaya untuk mewujudkan iklim yang lebih baik untuk tumbuh dan berkembangnya gairah mencipta di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra di tengah-tengah masyarakat Indonesia.
Di Indonesia, Undang-undang yang melindungi karya cipta adalah Undang-undang nomor 6 tahun 1982 tentang hak cipta, sebagaiman telah di ubah oleh undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 Tentang perubahan Atas Undang-undang Nomor 6 tahun 1982 tentang hak cipta, dan terkhir telah di ubah lagi dengan undang-undang Nomor 12 tahun 1997 tentang perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 tentang hak cipta beserta beberapa peraturan pelaksanaannya.dan pada tanggal 29 Juli 2002 telah diundangkan Undang-Undang yang terbaru yaitu Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang mulai berlaku 12 (dua belas) bulan sejak diundangkan sehingga karenanya Undang-undnag Hak Cipta yang baru tersebut tidak banyak disinggung dalam penulisan ini.






BAB 3

KESIMPULAN

Kita harus manghargai kreasi orang lain, karena menghargai kreasi orang lain merupakan sikap positif yang mulia. Jika karya seseorang diakui dan dapat di nikmati orang banyak, orang yang membuat kreasi tersebut akan termotivasi untuk menghasilkan karya yang lebih baik, khususnya perangkat lunak (software) computer.
Karya-karya tersebut akan semakin mempermudah kita memperoleh, mengelola, dan mengatur arus informasi di seluruh dunia sehingga dapat di manfaatkan bagi kepentingan manusia.







0 komentar:

Posting Komentar